Foto, Keluarga Almarhum Ade Indramawan, Surio Sulistio dan Rihul Rahman Bersama Awak media di Ruang Pidum Polresta Bima
Bima, NTB, ChanelNtbNews – Menindaklanjuti terkait tuntutan pihak keluarga Almarhum Ade Indramawan untuk segera menangkap dan menetapkan terduga pelaku oknum pengawas RSUD Bima inisial G sebagai tersangka, atas dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian Almarhum.
Sebab, dalam penangan kasus tersebut, pihak penyidik Pidum Polresta Bima terkesan memperlambat karena mengabaikan alat bukti CCTV untuk menjerat dan menetapkan terduga pelaku sebagai tersangka dengan alasan yang berbelit-belit
Menjawab tuntutan Pihak Keluarga Almarhum Ade Indramawan, Penyidik Pidum Polresta Bima, saat didatangi pihak keluarga dan awak media di ruang Pidum Polresta Bima, Kamis, (18/09/25), sore kemarin.
Penyidik menyampaikan bahwa dari hasil penyelidikan, kami sudah memeriksa saksi-saksi yang ada dalam CCTV, tetapi belum bisa menyimpulkan penyebab kematian almarhum.
“Sehingga kami membutuhkan keterangan dari rumah sakit kota yang menjelaskan penyebab kematian almarhum, apa kira-kira hasil Diagnosa dari pihak Rumah sakit? RSUD kota mengatakan almarhum datang dengan keluhan demam, sakit kepala dan untuk mengetahui penyebab sakit kepala dan sebagainya itu, karena disana tidak jelas, tidak ada alat CT-scan,” terangnya
Maka, Almarhum kemudian dirujuk ke RSUD Daerah dan kami bersurat ke RSUD Daerah untuk dimintai keterangan Dokter yang memberikan diagnosa itu,” sudah semingguan kita bersurat sampai saat ini belum ada balasan,” katnya tanpa mencari alternatif lain.
Lebih lanjut, kata penyidik, kami juga membutuhkan keterangan dari RSUP sudah bersurat ke RSUP NTB, tetapi pihak RSUP belum memberikan jawaban, “karena dia ini statusnya meninggal di RSUP, dan kami sudah bersurat ke RSUP, kami memintai diagnosa, apasih penyebab hingga meninggalnya almarhum! dari diagnosa RSUD kota sampai saat ini belum bisa memberikan kesimpulan penyebab kematiannya,” pungkasnya dengan nada pasrah,
Disamping itu, kami juga sudah memanggil terlapor oknum pengawas RSUD Bima berinisial G, dan dari keterangan pihak terlapor mengakui memang mendorong pada bagian lengannya, tetapi bukan dipukul,” itu menurut keterangan terlapor, kita menghargai keterangan terlapor,” katanya mengulang keterangan saksi.
Oleh karena itu, penyidik mengatakan bahwa sampai sekarang ini, kami belum menemukan penyebab kematian dari Almarhum Ade Indramawan!, karena didalam rekaman CCTV, memang terduga memukul ke arah Almarhum, tetapi tidak terlihat apakah dengan tangan terbuka atau tertutup! karena dihalang oleh tubuh terduga.
“Ada pergerakan tangan tetapi kami belum bisa menyimpulkan apakah menggunakan tangan terbuka atau tertutup? jelasnya terkesan mengabaikan pergerakan kepala.
Selain itu, kami juga sudah memeriksa saksi-saksi yang ada di dalam CCTV itu, dimana satu orang mengatakan melihat terduga memukul dan dua orang saksi lainnya, tidak sempat melihat dipukul dibagian mananya!
Diakhir Penyidik, menyampaikan bahwa kendala yang hadapi sekarang ini, kami belum bisa menyimpulkan, karena dalam kasus Penganiayaan itu, pasal apa yang harus dikenakan, apakah pasal 351,352 dan yang bisa menjelaskan penganiayaan yang menyebabkan kematian, bukan mami dan saksi, tepati ahlinya nanti
Sementara, pihak keluarga korban, Surio Sulistio mengungkapkan bahwa dari Rekaman CCTV itu memperlihatkan adanya dugaan Penganiayaan yang dilakukan oleh terduga pelaku Oknum pengawas RSUD Bima, yang menyebabkan kematian Almarhum Ade Indramawan.
“Terlihat Jelas Terduga Pelaku melayangkan pukulannya pada bagian kepala almarhum, ada pergerakan kepala almarhum kesamping, walaupun terhalang badan terduga pelaku,” ungkapnya
Namun, kata Surio, Pihak Penyidik tidak menjadikan dasar Rekaman CCTV untuk menangkap terduga pelaku dengan alasan belum bisa menyimpulkan pasal yang tepat dikenakan terhadap terduga pelaku
“Ini, alasan yang tidak masuk akal, CCTV ini alat bukti yang sah untuk, tetapi tidak dijadikan dasar, jangan2 pihak penyidik masuk angin, “
Selain itu, Surio mengungkapkan bahwa keterangan dari saksi-saksi yang disampaikan penyidik itu terkesan memberikan keterangan bohong atau di Intimidasi,” Logikanya, dengan jarak yang dekat tidak mungkin tidak melihat kejadian itu, kalau saksi itu berbohong, itu akan dijerat dengan pasal 242, memberikan keterangan palsu,” jelasnya dengan nada curiga.
Oleh karena itu, Saksi yang memberikan keterangan palsu akan dijerat dengan Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur mengenai tindak pidana sumpah palsu dan keterangan palsu, atau dengan Pasal 291 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU 1/2023) yang akan menggantikan Pasal 242 KUHP dan berlaku mulai tahun 2026. Saksi yang bersalah dapat dipidana penjara, terutama jika kesaksiannya merugikan pihak lain.
Maka, dalam waktu dekat ini, kami akan melakukan aksi Demonstrasi Damai di depan Polresta Bima
Untuk mendesak Kapolda NTB untuk mengevaluasi dan mengatensi kasus dugaan penganiayaan yang menyebabkan Almarhum Ade Indramawan meninggal yang dilakukan oleh terduga pelaku Oknum pengawas RSUD Bima
“Dan mendesak Kapolresta Bima untuk segera menangkap dan menetapkan terduga pelaku sebagai tersangka,” tegasnya dengan nada mengancam
Setelah pihak penyidik memperlihatkan alat bukti Rekaman CCTV, kepada pihak keluarga maupun awak media, di ruang Pidum Polresta Bima,
Didalam rekaman CCTV, dengan jelas memperlihatkan Dugaan Tindak Pidana Penganiayaan yang dilakukan oleh terduga pelaku oknum pengawas RSUD Bima terhadap Almarhum Ade Indramawan,
Sebab, CCTV Sebagai Alat Bukti Pidana atau alat bukti elektronik hadir sebagai perluasan dari alat bukti yang ditentukan oleh KUHAP. Sehingga, dapat dikaitkan dengan ilmu hukum dalam pengungkapan suatu peristiwa hukum yang telah terjadi khususnya pada hukum acara pidana mengenai pembuktian dengan elektronik.
Dimana CCTV seringkali menjadi petunjuk utama jika terjadi suatu kejadian, di mana tidak ada saksi pada saat peristiwa terjadi. Oleh karenanya, CCTV sering menjadi alat bukti elektronik dalam persidangan perkara pidana.
Pembuktian menjadi landasan bagi hakim dalam memutus sebuah perkara yang bertujuan untuk menemukan kebenaran peristiwa yang digunakan sebagai dasar putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum.
Oleh sebab itu, Alat bukti yang sah merupakan alat bukti yang sesuai perundang-undangan yang terkait pada peristiwa pidana. Alat bukti tersebut dapat digunakan untuk bahan pembuktian sehingga mampu menimbulkan keyakinan kepada hakim mengenai kebenaran adanya peristiwa pidana yang telah dilakukan terdakwa.
Alat bukti elektronik hadir sebagai perluasan dari alat bukti yang ditentukan oleh KUHAP. Sehingga, dapat dikaitkan dengan ilmu hukum dalam pengungkapan suatu peristiwa hukum yang telah terjadi khususnya pada hukum acara pidana mengenai pembuktian dengan elektronik.
CCTV termasuk sebagai pengertian informasi elektronik yang tertuang didalam UU No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada Pasal 1 angka 1 dan angka 4 yang sebagai alat bukti sah sesuai hukum acara yang berlaku.
Pada hukum acara pidana bisa digunakan sebagai alat bukti pada proses penyidikan, penuntutan serta persidangan sesuai ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) serta Pasal 44 UU ITE. CCTV dapat dipergunakan sebagai alat bukti selama CCTV mempunyai keterkaitan antara keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa.
Menurut UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik rekaman CCTV sebagai alat bukti menjadi pedoman seiring perkembangan zaman pada kejahatan di Indonesia. Menurut UU ITE, suatu informasi elektronik atau dokumen elektronik dinyatakan sah menjadi alat bukti, jika menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan ketentuan di dalam UU ITE, yaitu sistem elektronik yang andal, aman, dan memenuhi persyaratan.
UU ITE telah mengatur adanya syarat formil dan syarat materil agar informasi dan dokumen elektronik dapat dijadikan alat bukti hukum yang sah. Hal ini diatur dalam Pasal 5 ayat (4) UU ITE. Pasal tersebut berbunyi, syarat formil informasi atau dokumen elektronik.
Sedangkan syarat materil dijelaskan dalam Pasal 6, Pasal, 15, dan Pasal 16 UU ITE yang menjelaskan, informasi dan dokumen elektronik harus dapat dijamin keotentikannya, keutuhannya, dan ketersediaannya. Hal ini untuk menjadi terpenuhinya persyaratan materil yang dimaksud, dalam banyak hal dibutuhkan digital forensiknya.
Pengaturan CCTV sebagai alat bukti elektronik dalam tindak pidana tidak ada pada ketentuan KUHAP, namun pengaturannya terdapat dalam beberapa ketentuan perundang-undangan yang bersifat khusus, sebagaimana asas Lex Specialis Derogat Legi Generali dan pengaturan hukum yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Maka dari keterangan pihak penyidik Pidum Polresta Bima, terkesan mengabaikan bahwa ada pergerakan kepala almarhum yang miring kesamping, itu menandakan bahwa almarhum bukan didorong pada bagian lengannya seperti yang diterangkan oleh penyidik. tetapi almarhum diduga kuat dipukul di bagian kepalanya.
Sehingga semakin kuat dugaan, bahwa apa yang dirasakan atau dialami Alhamarhum Ade Indramawan paska kejadian itu, seperti, mual-mual, muntah, sakit kepala dan lupa ingatan hal tersebut diakibatkan karena dipukul oleh terduga pelaku pada bagian kepalanya.
Penulis Tim CNN