“DRAMA” Penetapan Tersangka Kades Jambu Dan 2 Perangkatnya, TAK’ Ubahnya “SIULAN MAUT” Pemburu Rusa
Foto, Kuasa Hukum Kades Jambu dan dua orang Perangkatnya, Irham, SH
Dompu, NTB, ChanelNtbNews – KORUPSI adalah kejahatan yang meski diperangi secara bersama. seiring dengan itu, bahwa negara pula melalui institusinya, tidak boleh juga berlaku sewenang wenang terhadap warga negara.
Negara harus memberikan contoh kepada warga negara tentang sebuah ketaatan hukum. Percuma negara ini dibentuk jika pada akhirnya mempertotonkan cara cara yang tidak taat hukum.
Maka, Hukum harus dijalankan sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku, agar warga negara Indonesia mendapatkan hak dan keadilan dalam menjalankan proses hukum,
Namun dalam kasus dugaan korupsi Agggaran Dana Desa Jambu, sekitar Rp 800. Juta tahun Anggaran 2020 sampai dengan tahun 2022 terkesan mengabaikan hak-hak para tersangka.
Karena pada proses Penahanan maupun Penetapan tersangka Kades Jambu beserta 2 orang perangkatnya diduga kuat Cacat Prosedural atau menyalahi aturan yang berlaku di Negeri ini
Hal itu dipersoalkan oleh Kuasa Hukum ketiga Tersangka, Irham, SH, pada media ChanelNtbNews, Via WhatsApp, 19/10/25.
“Okey, anggaplah kades jambu dan perangkatnya dianggap melakukan korupsi atas sangkaan kejari dompu. Akan tetapi, warga negara berhak juga untuk mengatakan sebaliknya, bahwa kejari dompu di duga kuat melanggar hukum dalam penetapan tersangka kades jambu dkk.” kata Kuasa Hukum Irham.
Menurutnya bahwa berdasarkan bukti yang ada dan pengakuan para tersangka, bahwa ditanggal 10 Oktober 2025 kejari dompu melayangkan panggilan terhadap 3 tersangka dengan perihal : “panggilan sebagai saksi”
Selanjutnya, Kata Irham, empat hari sejak panggilan itu atau tepatnya di tanggal 14 Oktober 2025, kemudian tiga tersangka mengahadiri panggilan tersebut.
Dengan rasa tenang dan enjoy tanpa persiapan apapun, ketiganya memberikan keterangan dihadapan jaksa. Namun, diakhir pemeriksaan itu tiba2 ke tiga orang tersebut langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada saat itu juga.
“Rasa shock dan tidak percaya atas apa yang terjadi, kebingungan, panik serta ketakutan menyelimuti ke tiga org tersebut. Terbayang anak dan isteri di rumah yang menunggu kepulanganya.” beber kuasa hukum
Namun fakta berkata lain, Irham membeberkan, bahwa malam itu adalah hari terakhir bagi mereka untuk menghirup udara bebas dan berkumpul dengan isteri dan anak2 nya.
“Ternyata, perihal panggilan sebagai saksi hanyalah “kamuflase”. karena kenyataanya, mereka bukanlah saksi tetapi seorang tersangka yang dikemas dengan istilah lain.” ungkapnya.
Ditambahkan Kuasa Hukum, bahwa taktik penetapan tersangka ini, tidak ubahnya dengan trik seorang pemburu handal yang menyiulkan suara rusa di keheningang hutan belantara dan Rusa yang tergoda dengan suara itu kemudian mendekat dan semakin mendekat,
Namun rusa tak menyadari bahwa dibalik suara yang indah nan merdu itu, terpasang bidikan bedil yang diarahkan ke tubuh rusa tersebut “Dooooorrr” seketika, siulan itu berubah menjadi dentuman kematian.
“Okey,,,kita lupakan siulan pemburu rusa itu, sekarang coba diajukan satu pertanyaan kritis,,Apakah dianggap salah atau tidak dibenarkan oleh hukum ketika jaksa memanggil seseorang sebagai saksi lantas kemudian ditetapkan sebagai tersangka?” Katanya dengan nada tanya
Jawabanya adalah sangat boleh dan dibenarkan oleh hukum terhadap apa yang dilakukan oleh jaksa tsb, akan tetapi pembenaran dan kebolehan itu hanya berlaku sejak 4 miliar tahun yang lalu ketika bumi ini diciptakan hingga tahun 2013 silam. Sebab di tahun 2014, hukum di bumi ini khususnya negara kita telah melarang cara2 seperti itu.” papar Irham sacara prosedur
Dengan alasanya : Jika seseorang hendak ditetapkan sebagai tersangka, maka polisi ataupun jaksa tidak boleh memanggilnya sebagai saksi, melainkan harus dipanggil sebagai calon tersangka. Hal itu ditegaskan oleh putusan MK nomor 21 tahun 2014.
Dan jika merujuk pada putusan MK a quo, maka tindakan kejaksaan yg memanggil kades jambu dkk sebagai saksi, kemudian diikuti penetapan sebagai tersangka dan penahanan terhadap mereka bertiga, adalah nyata nyata telah mengabaikan (tidak menaati) putusan pengadilan (Mahkamah Konstitusi) a quo.
Serta berdasarkan PERATURAN KEJAKSAAN RI NOMOR 4 TAHUN 2024 yang pada pokoknya mengatur tentang kode perilaku jaksa :
– Pasal 8 huruf h ” Jaksa wajib…memastikan terjaminya hak tersangka sesuai peraturan perundang undangan dan hak asasi manusia”
– Pasal 9 huruf b ” Jaksa dilarang….mengabaikan penetapan hakim atau putusan pengadilan”
Jika dicermati, pihak kejari dompu diduga telah mengabaikan hak2 tersangka untuk dipanggil sebagai calon tersangka sebelum penetapan seseorang sebagai tersangka. Termasuk pula Pengabaian terhadap putusan pengadilan dalam hal ini adalah putusan MAHKAMAH KONSTITUSI.
Bahwa, akibat tidak dilaksanakanya kewajiban sebagaimana pasal 8 a qou dan melakukan hal yang dilarang oleh pasal 9 perja a quo, maka sangatlah kuat dugaan bahwa penetapan tersangka kades jambu dkk oleh kejari dompu adalah sarat dengan pelanggaran hukum.
Maka, kesimpulanya : Sebelum kades jambu dkk diadili disidang TIPIKOR, sebaiknya penyidik dalam kasus a quo, idealnya diperiksa terlebih dahulu mengenai dugaan pelanggaran kode etik/perilaku jaksa, agar prinsip penegakan hukum tetap terjamin pada rel DUE PROCESS OF LAW.
Penulis IW